Self Learner | Information Technology Enthusiast | Hamba Allah

My photo
Pribadi yang berdzikir itu : kalau bicara, bicaranya dakwah, diamnya berdzikir, nafasnya tasbih, matanya penuh ramat Allah, telinganya terjaga, pikirannya baik sangka, tidak suka sinis, pesimis dan tak suka memvonis. . dia tidak sibuk mencari kesalahan orang lain dan asik memperbaiki dirinya . . (Ust.Muhammad Arifin Ilham)

Sunday, March 23, 2014

Kejujuran cita-cita menjadi Ahlul Qur'an




Al-Quran adalah kitab suci yang Mulia, yang sama-sama kita yakini bahwa keseluruhan berita yang ada didalamnya memiliki tingkat validitas yang 100%, barangsiapa yang berkurang rasa yakin terhadapnya walaupun sedikit sehingga tidak mencapai 100% maka ketahuilah sesungguhnya ia telah terjangkit penyakit, penyakit yang lama-lama akan menjangkiti dirinya lebih dalam sehingga hilanglah rasa nikmat ketika ayat-ayat Al-Quran sampai kepadanya, hatinya telah terkunci laksana batu yang amat keras sampai-sampai engkau berikan nasihat ribuan ayat kepadanya berkali-kali pun tidak akan memiliki pengaruh terhadap hatinya, sehingga Allah kemukakan hal yang demikian didalam KalamNya yang mulia:

Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur'an ataukah hati mereka terkunci?”
 (Qs. Muhammad ayat 24)

 Menjadi generasi Qur’ani adalah dambaan setiap insan yang beriman, hanya mereka yang memiliki nilai-nilai keimanan yang tinggi yang benar-benar jujur dalam hatinya menginginkan agar dirinya menjadi bagian dari kelompok Ahlul Quran, hanya mereka yang jujur dalam hatinya yang kemudian betul-betul menyusun rencana, strategi dan taktik agar harapannya menjadi seorang Ahlul Quran menjadi kenyataan, bukan hanya sebatas wacana yang didengung-dengungkan setiap hari namun tidak ada aksi nyata dari dalam dirinya. Banyak orang yang mengatakan “Aku ingin menjadi Ahlul Quran” namun intensitas dalam berinteraksi bersama Al-Quran dalam sehari hanya dalam hitungan menit saja, banyak yang memiliki keinginan menjadi Ahlul Quran namun hanya indah di bibir kemudian dihiasi kalimat “tapi .. tapi .. dan tapii”.

Mereka yang jujur dalam cita-citanya menjadi bagian dari generasi Qurani senantiasa tidak akan menjadikan segala hambatan yang ada menjadi alasan. Hambatan waktu, hambatan tenaga, hambatan kemampuan daya tangkap, hambatan umur, hambatan kesibukan, atau hambatan-hambatan apapun yang lainnya senantiasa bukan menjadi penghalang bagi dirinya. Mungkin kita harus malu jika yang yang menjadi hambatan kita bersama Al-Quran hanyalah masalah pekerjaan, masalah kuliah, atau problematika diri, karena itu semua dihadapan Allah sangatlah kecil .. sangatlah keciil .. Dan dengan hal yang sangat Kecil dihadapannya itu apakah lantas kita meninggalkan sesuatu yang memiliki keutamaan yang sangat besar ?? maka sekali lagi perlu kita ingat bersama, “hanya mereka yang jujur dalam hatinya yang kemudian betul-betul menyusun rencana, strategi dan taktik agar harapannya menjadi seorang Ahlul Quran menjadi kenyataan, bukan sebatas wacana yang didengung-dengungkan setiap hari namun tidak ada aksi nyata dari dalam dirinya”.

Menjadi sebuah hal yang dapat dimaklumi jika yang menjadi hambatan dalam berinteraksi bersama Al-Quran adalah bentuk-bentuk ibadah yang lain, misalnya “berjihad”, sebagaimana ungkapan salah seorang Shahabat Rasulullah yang mulia yang patut kita jadikan teladan yaitu Khaalid bin walid radhiyallahu ‘anhu, ketika ia mengambil mushaf lantas ia menangis dan berkata kepada Mushafnya dengan sebuah kalimat “syaghalnaa ‘anka Al-Jihaad” (Kami telah tersibukkan dari mu dengan berjihad) Masya Allah, padahal sama-sama kita ketahui bahwa “Berjihad” adalah seutama-utamanya amalan, bahkan disebut oleh Rasulullah dalam sebuah hadits sebagai “Adz-Dzirwatu sanaam” atau Puncaknya segala urusan, namun berkurangnya intensitas bersama Al-Quran menjadi sebuah hal yang menyedihkan bagi hatinya, karena ia memahami bahwa dengan berkurangnya intensitas bersama Al-Quran maka berkurang pula waktu-waktu untuk bercengkrama bersama Rabbnya ‘Azza wa jalla.

Namun menjadi sebuah hal yang memalukan jika yang membuat kita tersibukkan dari Al-Quran adalah hal-hal yang pada hakikatnya adalah sangat kecil dihadapanNya, misalnya saja sibuk mengeruk harta dunia siang-malam, sebagaimana ungkapan yang tertuang didalam Al-Quran “Syaghalatnaa amwaalunaa wa ahluuna wastaghfirlanaa” (Kami telah tersubukkan dengan harta-harta dan keluarga kami) Qs. Al-Fath ayat 11.


Sementara mereka yang jujur dalam hatinya bercita-cita menjadi Ahlul Quran jika kita lihat mereka pun sama seperti yang lainnya, mereka memiliki harta dan keluarga, namun keduanya tidaklah menjadi hambatan bagi mereka dalam mengejar asa menjadi seorang Ahlul Quran, karena mereka sadar bahwa kedua-duanya hanyalah hiasan, hanyalah sebuah hal yang bersifat memperindah, yang tidaklah patut dikagumi kilaunya siang-malam. Namun yang mereka sadari adalah kebutuhan mereka bersama Al-Quran, seakan-akan mereka yakini bahwa interaksi bersamanya adalah Ruh, kenikmatan, dan Harta. Hatinya menjerit ketika Ruh/Kenikmatan/Harta nya tertinggal jauh dibelakang dibandingkan kilau-kilau perhiasan nan fana dalam aktivitas sehari-harinya.


Demikianlah Allah memberikan ujian kepada para hamba-hambaNya, untuk melihat mana diantara mereka yang jujur dalam bercita-cita, berazzam, berjanji kepada Allah untuk menjadi seorang Ahlul Quran, dan pada akhirnya dengan ujian itu Allah mengetahui siapa diantara hamba-hambaNya yang jujur, dan  siapa diantara mereka yang dusta:

“Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar (jujur) dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (Qs. Al-Ankabut ayat 3)

Dan mereka yang jujur kepada Allah atas apa-apa yang mereka harapkan dan cita-citakan akan mendapatkan balasan kebaikan disebabkan oleh kejujuran dan kesungguhan dalam mencapainya walaupun dipenuhi dengan rasa lelah yang mendera raga-raga mereka, dan hal itu pun Allah kemukakan di dalam Firmannya:

Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak merubah (janjinya), supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena kebenarannya, dan menyiksa orang munafik jika dikehendaki-Nya, atau menerima tobat mereka. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Qs. Al-Ahzab ayat 23-24

Semoga kita dianugerahi oleh Allah subhaanahu wata’ala kekuatan dan kemudahan dalam rangka bermujahadah dan totalitas dijalan perjuangan untuk menjadi seorang Ahlul Quran.


Menanti khatam di Rumah tercinta,
21 Maret 2014 / 20 Jumadits tsaani 1435

0 comments:

Post a Comment