Self Learner | Information Technology Enthusiast | Hamba Allah

My photo
Pribadi yang berdzikir itu : kalau bicara, bicaranya dakwah, diamnya berdzikir, nafasnya tasbih, matanya penuh ramat Allah, telinganya terjaga, pikirannya baik sangka, tidak suka sinis, pesimis dan tak suka memvonis. . dia tidak sibuk mencari kesalahan orang lain dan asik memperbaiki dirinya . . (Ust.Muhammad Arifin Ilham)

Sunday, April 20, 2014

Berkomunikasi menggunakan Otak manusia (draft)



Dahulu kala mungkin manusia sangat sulit berkomunikasi dengan orang lain dengan jarak yang jauh, hanya menggunakan “surat burung” informasi yang disampaikan akan kurang efektif karena perjalanan surat yang memakan waktu yang lama. Namun kini untuk dapat saling berkomunikasi bukanlah menjadi hal yang sangat sulit, karena cukup menggunakan alat komunikasi semuanya bisa dijangkau, baik itu pesan surat (sms, email, chat, dll), gambar (mms, email, chat, dll) bahkan pesan suara, yang kesemuanya itu dapat disampaikan dalam waktu singkat, sehingga pesan yang disampaikan pun bisa dikatakan “real time” karena pada saat itu juga pesan langsung dapat sampai kepada penerimanya.

Namun pernahkan kita sedikit membayangkan dimana seluruh manusia bisa dapat saling berhubungan dan berkomunikasi tanpa menggunakan alat komunikasi ? misalnya seseorang yang berada di kota jakarta dapat berhubungan dan berkomunikasi dengan kawannnya yang berada di Surabaya, lintas pulau, Negara bahkan komunikasi lintas benua tanpa menggunakan alat komunikasi seperti HP, internet dan lainnnya ? saya ini yang merupakan lulusan Teknik Telekomunikasi sedikit tertantang untuk menemukan “bagaimana caranya?” :D, keliatannya memang gak mungkin, namun saya yakin bahwa itu bisa terealisasikan suatu saat nanti, insya Allah.

Melihat kegalauan sahabat saya (sebut saja namanya Dede mirda *nama disamarkan*) tentang “Gelombang Frekuensi Otak” (http://knoweeds.wordpress.com/2014/04/19/gelombang-frekuensi-otak/). saya punya beberapa “ide gila” untuk coba bantu merealisasikannya, sebagaimana pada kasus-kasus sebelumnya saya selalu meng”combine” ilmu computer dan networking yang saya kuasai dengan kekuatan Otak manusia dan beberapa diantaranya sepertinya berhasil, begitu pun kali ini saya akan coba mengcombine keduanya untuk kasus ini.

Three-Way-Handshake

Dalam Teori Networking, sebelum sebuah koneksi TCP terbentuk, maka ia akan melakukan sebuah proses verifikasi yang dinamakan “Three-Way-Handsake” seperti gambar berikut:

"Proses Three Way Handshake"

 Dimana sang Transmitter (pengirim data) sebelum mengirimkan data ke Receiver (penerima data) ia akan mengirimkan sebuah sinyal atau kode yang dinamakan “syn” atau synchronize sebagai bentuk “permintaan koneksi” dan memastikan sang receiver dalam kondisi “available”, dia akan ngomong “Heeii broo, gue mau kirim data ke lw nih, boleh gak ? lw masih hidup kan ?”, kemudian sang receiver akan menjawab dengan sinyal/kode yang dinamakan “syn-ack” atau synchronize acknowledgement sebagai jawaban bahwa ia available untuk dihubungi, dia akan ngomong “Okeeh, kirim ajaa lah, woles, gw masih hidup kok bro”, dan sang transmitter akan bikin closing statement berupa sinyal/kode “ack “ atau acknowledgement, dia akan ngomong “Okeh sip, syukron :)” dan kemudian koneksi akan berhasil terbentuk yang biasa disebut “established” untuk menandakan data bisa dikirim dan diterima diantara kedua sisi.

Mungkin proses ini bisa dicoba sebagai pondasi dalam uji-coba berkomunikasinya 2 orang , dimana kedua belah pihak telah setuju untuk bisa saling berkomunikasi, sekali lagi teori diatas itu hanya untuk “proses verifikasi”nya sebelum bisa saling berkomunikasi, pertanyaannya adalah bagaimana untuk “media transmisi”nya ? kalau di dunia computer yaa sebagai media komunikasi itu kan ada beberapa, misalnya: pada kabel jaringan (utp, stp, serial, Fiber Optik, dll), dan wireless (gelombang elektromagnetik). Sementara untuk manusia yaa gak mungkin kan pasang kabel diantara 2 orang ?, atau yang pernah kita praktekin waktu SD yaitu pake telepon kaleng (2 kaleng dihubungkan dengan media benang terus bisa saling ngomong) gak mungkin banget, mungkin bisa pake Gelombang elektromagnetik, tapi pertanyaannya adalah Transmitternya apa ? masa mau bawa radio transmitter kemana-mana ? gak mungkin banget :D

Yang paling memungkinkan memang menggunakan Gelombang elektromagnetik, dan untuk Transmitternya adalah “Otak” manusia, Karena satu-satunya asset manusia yang paling berharga dan paling “amazing” itu adalah Otak (brain). Mengambil beberapa ilmu yang ada didalam bukunya Werner E. Loewenstein yang berjudul “Physics in mind: A Quantum view of the brain” disana menjelaskan banyak hal terkait dengan otak manusia dan kemampuan-kempuannya, diantaranya adalah bahwa Otak manusia has a transmission function, it can be as a transmitter or receiver, otak manusia punya fungsi transmisi yang itu dapat digunakan sebagai transmitter atau pengirim sinyal/frekuensi, disisi lain ia juga bisa berfungsi sebagai receiver atau penerima sinyal/frekuensi, mungkin sedikit aneh tidak terjangkau dengan akal tapi memang begitulah kenyataannya.

Mungkin banyak diantara kalian yang pernah mendengar istilah “telepati” kan ? yaa itu terjadi bukan hanya dengan kekuatan ilmu supranatural menggunakan bantuan JIN atau sejenisnya, menggunakan telepati dengan cara itu memang mungkin terjadi dan bisa dilakukan, namun tidak selayaknya seorang muslim meminta bantuan kepada makhluk JIN karena itu dilarang dan merusak nilai aqidah kita. Menggunakan Telepati sejatinya bisa saja dilakukan oleh manusia umumnya kok selama ia berhasil menggabungkan Otak dan hatinya, malahan ada sebuah peerkataan dari seorang trainer bahwa salahsatu ciri pasangan (suami-istri) yang sehat adalah mereka yang bisa melakukan telepati diantara keduanya. Atau juga halnya sering terjadi telepati dari Orang-tua kepada Anaknya atau sebaliknya yang biasa disebut dengan “ikatan batin”, ketika terjadi sesuatu kepada salahsatu pihak maka pihak yang lain akan merasakan seusatu yang “gak enak” atau apalah.

Naah, setelah saya coba cari-cari dan amati terkait dengan telepati, ternyata itu akan terjadi kepada dua orang yang memiliki rasa percaya dan saling percaya yang totalitas diantara keduanya, bisa dikatakan bahwa ke 2 orang tersebut sudah benar-benar seutuhnya memiliki rasa saling percaya, tidak ada raasa keraguan, su’uzhan sedikit pun. Kalo gak percaya coba deh praktekin, kalo belum berhasil juga berarti rasa saling percaya diantara kedua belah pihaknya masih belum totalitas sehingga “ikatan-batin” belum terbentuk diantara keduanya.  Karena rasa “percaya” dan “saling percaya” itu akan menghasilkan gelombang sendiri dari otak dan hati kita. 

Rasa saling percaya ini kalo didalam implementasi di dunia networking mungkin bisa disebut “Heart-beat” untuk pee keep-alive pada penggunaan vPC (virtual port channel) yang hanya ada di Cisco Nexus :D hhaa, 

Mungkin rasa “saling percaya” ini kedepannya bisa menjadi sebuah protocol baru dalam proses telekomunikasi sebagaimana halnya wifi, wimax, dll pada wireless, GSM dan CDMA pada Telekomunikasi di Operator jaringan, UHF dan VHF pada Televisi, FM dan AM pada perangkat Radio dan lain-lainnya.

Perlu diingat bahwa pembahasan yang saya tulis ini masih “Draft” belum release-fix jadi sepenuhnya masih dalam tahap uji-coba, dan eksperimen, saran kritik dan komentar bisa saya terima. Semoga berkomunikasinya manusia tanpa alat komunikasi di masa depan benar-benar akan menjadi kenyataan :)

Saturday, April 5, 2014

Metode Talaqqi dalam Pembelajaran Al-Quran



Bila kita membuka sedikit halaman dari kitab-kitab para ulama terkait dengan Al-Quran maka akan kita temukan didalamnya banyak hadits terkait dengan fadhilah (keutamaan-keutamaan) tentang berinteraksi bersama Al-Quran, salah satu bentuk interaksinya adalah membaca Al-Quran.

Jika kita mendengar kata “Membaca” maka yang kita pahami adalah sebuah proses “Melihat” suatu bacaan dari sebuah objek, maka makna Membaca Al-Quran yang kita pahami kini adalah proses membaca Al-Quran melalui mushaf atau sejenisnya yang menampilkan tulisan-tulisan Al-Quran.

Namun ketahuilah sesungguhnya bahwa proses “Membaca” yang Rasulullah sebutkan dalam banyak riwayat hadits adalah proses membaca Al-Quran yang berasal dari ingatan atau hafalan (Hifzh fish shuduur) bukan bacaan yang berasal dari tulisan (fish shutuur), karena begitulah awal mula Al-Quran diturunkan juga berasal dari ingatan, sebagaimana proses turunnya wahyu Al-Quran dari Allah subhaanahu wata’ala kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam melalui perantaraan Malaikat Jibril ‘alaihi salam dengan sebuah proses yang disebut dengan metode Talaqqi.

Metode Talaqqi yang luar biasa yang dapat menjadi contoh bagi kita semua dalam menuntut ilmu Al-Quran yaitu metode Talaqqinya nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam kepada Malaikat Jibril, ayat demi ayat dibacakan dengan tartil kemudian Rasul mengikutinya sebagaimana bacaan yang disampaikan oleh malaikat jibril, bahkan metode ini Allah ceritakan didalam Al-Quran ketika Allah subhaanahu wata'ala sedikit memperingatkan Nabi Muhammad untuk tidak terlalu cepat mengikuti bacaannya Malaikat Jibril ketika Al-Quran dibacakan kepadanya karena dengan harapan lebih cepat menguasai dan menghafalnya, padahal terekamnya bacaan Al-Quran yang disampaikan oleh Malaikat Jibril ke dalam dada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam itu adalah semata-mata tanggungan Allah Subhaanahu wata’ala. Sebagaimana bisa kita simak didalam Al-Quran surat Al-Qiyamah ayat 16 – 18 berikut:



Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya, Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu


Dan begitu pula proses penyebaran Al-Quran terjadi di zaman Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam kepada para sahabat juga dengan proses talaqqi, rasul menyampaikan sebuah ayat kemudian dibacakan kepada para sahabat, para sahabat memperhatikan dengan seksama bagaimana cara membacanya sebagaimana yang Rasulullah bacakan, kemudian dihafal dan diulang-ulang, lalu para sahabat menyebarkannya kepada para sahabat yang lain yang belum mendengarkan juga dengan bacaan yang berasal dari hafalan bukan dari tulisan, sementara bentuk tulisan hanya sekedar media pembantu saja didalam proses pembukuan Al-Quran, misalnya di pelepah kurma, di batu-batu, didalam lembaran2 (suhuf) dan lainnya.

Dan begitu juga halnya pada hari ini dalam proses pembelajaran Al-Quran, maka metode yang paling tepat dan baik adalah dengan menggunakan metode talaqqi, yaitu kita belajar bacaan Al-Quran dengan dicontohkan oleh seorang Guru Al-Quran kemudian kita mengikutinya dan kita membacakan Al-Quran didepannya untuk kemudian diawasi dan dikoreksi terkait dengan kesalahan-kesalahan yang ada ketika kita membacanya. Kita juga belajar bagaimana membaca huruf-huruf Al-Quran yang sesuai dengan kaidah-kaidah yang ada, bagaimana makhraj, sifat huruf dan lain-lainnya.

Misalkan saja kata “Dzhaalimuun” (orang-orang zhalim) didalam Al-Quran, bagaimana kita mengetahui bacaan huruf “Dzha” yang benar dan sesuai kaidah ? apakah kita hanya akan mengandalkan transliterasi huruf yang ada seperti tulisan “Dzha” ? pasti tidak akan bisa, karena huruf-huruf hijaiyah memiliki ke-khas-an didalam pengucapannya yang tidak bisa sekedar disamakan dengan huruf latin ketika ditransliterasi, bagaimana huruf itu keluar, yang benar suaranya seperti apa, posisi mulut dan lidahnya seperti apa itu akan didapatkan “hanya” dengan proses talaqqi.

Begitu juga yang lain misalnya untuk kata “Syaithaan” didalam Al-Quran, bagaimana cara kita membaca huruf “Syin” yang sesuai dengan kaidah yang ada, bagaimana membedakan huruf “syin” dengan huruf “sin” dan “shad” ? suaranya yang benar seperti apa, posisi lidah dan mulut seperti apa, dan bagaimana perubahan yang terjadi ketika fathah, kasrah dan tanwin ? dan bagaimana untuk huruf “tha”nya, suaranya yang benar seperti apa ? dan bagaimana posisi lidah ketika mengeluarkan huruf tersebut dan bagaimana kita membedakannya dengan huruf “ta” ? sekali lagi itu semua “hanya” akan kita dapatkan melalui metode proses pembelajaran Al-Quran yang disebut Talaqqi.


Maka kita wajib mengikuti metode pembelajaran tersebut karena Rasulullah pun menjalankannya, para sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan generasi setelahnya pun menjalankannya juga, mereka mendapatkan kejayaan dalam memahami ilmu Al-Quran melalui metode Talaqqi, maka kita pun wajib pula untuk menempuh jalur tersebut jika ingin mendapatkan kejayaan dalam memahami ilmu-ilmu Al-Quran. 
 
Maka benarlah perkataan Imam Asy-Syafi’I rahimahullah dalam nasihat yang ia berikan terkait dengan hal-hal yang seharusnya ada didadalam proses menuntut ilmu:

أخي لن تنال العلم إلا بستة
سأنبئك عن تفصيلها ببيان 
 ذكاء، و حرص، و اجتهاد، و بلغة
و صحبة أستاذ و طول زمان

Saudaraku, engkau tidak akan mendapat ilmu, melainkan dengan enam perkara.
Akan kukabarkan kepadamu rinciannya dengan jelas
Kecerdasan, kemauan keras, bersungguh-sungguh, bekal yang cukup,
bimbingan ustadz, dan waktu yang lama. (Diwaan Imam Asy-Syafi’I hal.378)

 Proses “Shuhbatu ustaadz” (bimbingan ustadz) menjadi sebuah harga mati yang harus ada jika kita mau belajar memahami agama ini dengan benar, karena agama ini tidak akan mungkin dipahami secara kaaffah kecuali dengan bantuan dan bimbingan seorang guru/ustaadz.

Diakhir tulisan yang singkat ini saya jadi teringat perkataan yang indah dari seorang ulama besar, yaitu Imam Ahmad ibn Hambal, beliau berkata “Al-‘Ilmu yu'taa wa laa ya'tii” (Ilmu itu didatangi bukan mendatangi). Semoga Allah swt memberikan kemudahan bagi kita semua dalam menuntut ilmu agama ini dan diringankan langkah kaki kita dalam mencari tempat atau seorang guru yang bisa membimbing kita dalam memahami agama ini secara baik dan benar.

Semoga hadits berikut menjadi penutup yang indah dan menjadi motivasi bagi kita untuk terus berusaha dalam mendalami ilmu agama Islam ini.

من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين

“Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan memahamkannya dalam urusan agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Di Mushalla Kampus Biru,
Sabtu, 5 April 2014 / 04 Jumadits tsaani 1435H