Realita Kehidupan Antara Bersyukur dan Bersabar
Siang hari di jalanan daerah Ibu kota disaat matahari sedang sangat bersemangat memberikan rasa panasnya, seperti biasa akan hadir pemandangan yang sudah tak asing lagi disana, kepulan asap knalpot, pekikan klakson motor-mobil, keringat, dan lelah seakan-akan berharmonisasi menambah deritanya para pengendara jalan di Ibu Kota.
Tepatnya di sebuah perempatan lampu merah di kawasan Jakarta Utara, di sudut jalan sekelompok tukang becak nampak berjejer rapih menanti para penumpang, walaupun sebenarnya keberadaan becak untuk beroperasi di daerah Ibu Kota sudah dilarang namun mereka tetap beroperasi mencari penumpang demi memenuhi kebutuhan sehari-hari, diantara mereka ada yang sedang asik mengamati mobil-mobil yang sedang berbaris seperti nampak mengantri menunggu lampu merah pertanda berhenti sampai berubah warna menjadi hijau.
Yang menarik perhatiannya adalah seseorang yang terlihat berpakaian rapih dengan model rambut yang rapih klimis menggunakan kemeja lengan panjang lengkap ditutupi dengan jas elegan rapih bermerek dan ditambah sebuah dasi berwarna biru mentereng nampak sedang duduk nyaman didalam mobil sedan Mercedes benz berwarna hitam mengkilat, tatapan tukang becak ini pun nampak teduh melihat orang tersebut sambil bergumam dalam hati:
“Enak sekali jadi orang kaya yaa, uang banyak, pakaian bagus, mobil bagus, panas-panas begini dijalan gak kena panas, kalo lagi hujan dijalan pun juga gak pernah keujanan.
Mau makan enak gampang tinggal beli, mau punya baju bagus pun gampang tinggal beli, Rumahnya pasti besarr, anak istrinya juga pasti bahagia mau apa aja bisa dibeliin, Liburan kemana aja pun gampang, hidupnya pasti bahagia banget.
Enggak kayak saya, kerja Cuma begini aja, kalo panas kepanasan, kalo hujan keujanan, penghasilan pas-pasan, boro-boro untuk liburan, beli baju bagus, beli ini itu .. untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup anak-istri sehari aja udah bersyukur .. aahh, enaknya jadi orang kaya”
Dan seseorang yang berada didalam mobil tersebut pun ternyata sedang memperhatikan deretan becak yang berjejer dipinggiran jalan yang diatas becak-becak tersebut terlihat para tukang becak sedang beristirahat melindungi diri sejenak dari panasnya terik matahari sambil menunggu penumpang dengan gaya yang bermacam-macam, namun yang menarik perhatiannya adalah seorang tukang becak yang terlihat bergaya seperti seorang layaknya bos dengan posisi kaki diangkat sebelah dan posisi kepala dengan menyender ke belakang yang tak lain tak bukan adalah tukang becak yang sebelumnya memperhatikan dirinya seksama dari seberang jalan.
Di dalam hati ia bergumam:
“Nikmatnya jadi orang itu, hidupnya pasti tidak banyak beban, dan tidak pusing mikirin hutang perusahaan, tidak pusing mikirin target-target pencapaian revenue tahunan, tidak pusing mikirin upah-upah karyawan, tidak pusing memikirkan soal tuntutan kesejahteraan karyawan yang selalu minta naik gaji, tidak pusing mikirin strategi perusahaan untuk berkompetisi dengan perusahaan lain, dan pusing-pusing lainnya.
Waktu hidupnya pun sepertinya banyak bisa ia habiskan bersama anak-anak, istri dan keluarganya, pulang kerja langsung bisa senang-senang bercengkrama dengan keluarganya .. semantara aku mana mungkin bisa bercengkrama dengan keluargaku, pagi-pagi sebelum anakku bangun pun aku sudah harus berangkat supaya dijalan tidak terjebak kemacetan, pulang pun selalu malam karena banyak hal-hal yang harus diselesaikan dan dipersiapkan untuk besok, ketika sampai rumah anakku pun sudah kembali terlelap, aku benar-benar kehilangan waktu untuk keluargaku, dan begitu pun untuk diriku sendiri .. aah enaknya menjadi seperti mereka”
Setiap manusia memang tabiatnya bersifat selalu berkeluh kesah – Innal insaana khuliqa haluu’aa “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.” (Qs. Al-Ma’arij ayat 19)-- dan tidak akan pernah puas dengan apa-apa yang dimilikinya, kecuali bagi mereka-mereka yang pandai Bersyukur dan Bersabar.
Mereka yang cerdas untuk mensyukuri apa-apa yang Allah karuniakan kepada mereka, maka ia akan merasa cukup dengan tidak merasa tamak terhadap kenikmatan Dunia atau yang biasa disebut "Qanaah", namun memang pada kenyataannya hanya sedikit diantara Hamba-hambaNya yang pandai bersyukur – Wa Qaliilun min ‘ibaadiyasy syakuur “Dan sedikit sekali dari hamba-hamba Ku yang bersyukur”. (Qs. Saba’ ayat 13).
Sementara mereka yang pandai bersabar atas musibah yang sedang mereka rasakan akan senantiasa berusaha menjadikan diri mereka cerdas untuk mengolah rasa sabar menjadi rasa syukur. Karena mereka yang cerdas mengolah rasa sabar ini yakin bahwa sesungguhnya “Pertolongan Allah” akan datang bersama dengan rasa Sabar. Rasanya memang sangat sulit, namun karena rasa sulit itulah Allah menjadikan dibalik rasa Sabar ini ada pahala yang tiada batas – Innamaa yuwaffash shaabiruuna ajrahum bi ghairi hisaab “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (Qs. Az-Zumar ayat 10).
Pertanyaannya adalah, dimana posisi kita saat ini ?
Semoga Allah subhanaahu wata'ala selalu menghiasi hari-hari kita semua dengan penuh rasa Bersyukur dan Bersabar :)
0 comments:
Post a Comment